Tumpeng Polo Kependem Dalam Rangka Apel Gelar Pasukan HUT Satpol PP Ke-73, Satlinmas Ke-61, dan Damkar Ke-104 Tingkat Kabupaten Kudus Tahun 2023

Polo kependem juga dijadikan tumpeng untuk sebuah sajian saat upacara ritual yang dilengkapi dengan berbagai bahan makanan lain seperti jagung rebus, pisang rebus, kedelai rebus serta berbagai buah-buahan dari tanaman merambat seperti pepaya dan wuluh. Bentuk tumpeng polo kependem tidak sama dengan tumpeng pada umumnya, tetapi bentuknya sejajar yang diartikan sebagai kehidupan manusia yang sederajat dan asal manusia yang sejajar atau tidak ada perbedaan derajat apalagi kasta.
kelompok umbi-umbian ini sempat menjadi bahan makanan pokok hampir di seluruh nusantara karena saat itu beras sangatlah langka akibat serangan hama dan tikus. Sementara pada era modern makanan ini tidak lagi dibudidayakan sebagai komoditas utama oleh petani. Tentunya karena beras sudah lebih mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau. Polo kependem menjadi tanaman sampingan yang kemudian banyak diolah sebagai makanan camilan atau jajanan tradisional.
Bagi masyarakat Jawa, polo kependem memiliki filosofi yaitu “netheli barang sing olo” artinya menanggalkan hal-hal yang buruk, sedangkan ketela pohon atau kaspe memiliki filosofi “karepe sepi ing pamrih” artinya berniat melakukan sesuatu tanpa pamrih. Dilihat dari hal-hal tersebut mengartikan bahwa manusia hidup di dunia bisa tetap bertahan dalam menjalani kehidupan di tengah-tengah kehidupan modernisasi.

Tinggalkan Balasan